Segala Sesuatu Ada Waktunya
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.”
Pada suatu malam setelah saya mengerjakan suatu proyek, saya duduk di sebuah sekretariat di kampus. Sekretariat tempat dulu saya juga berkegiatan, namun sekarang sudah sangat jarang saya kunjungi. Waktu itu saya mengunjunginya karena ingin meminta film lama dari salah satu adik angkatan saya dan saya tahu hanya dia yang punya lengkap. Saya duduk di muka pintu. Sambil menunggu film digandakan ke flashdisk, saya melihat ke dalam sekre. Di sana ada sekitar 10 orang yang sedang mengerjakan sesuatu untuk sebuah kegiatan pada minggu itu. Ada satu orang mahasiswa tingkat tiga, dua orang mahasiswa tingkat dua, dan tujuh orang lainnya adalah mahasiswa tingkat satu. Saya sendiri adalah mahasiswa tingkat empat. Saya melihat kepada para mahasiswa tingkat satu.
Masih baru, masih fresh. Terlihat mereka tertawa dengan begitu lepasnya. Mereka terlihat bahagia seakan tidak ada apa-apa dalam kehidupan mereka. Saya melihat mereka sambil berpikir, “Ya ampun masih bahagia banget sih. Belom nyentuh KKN, belom nyentuh skripsi.”
Kemudian sisi lain dari diri saya berkata, “Wah, jahat lo, Bel kalau bilang gitu. Kan emang belom saatnya.”
Saya memang agak tercengang. Bagaimana tidak? Saya dulu pernah ada di masa di mana mereka sekarang berada. Sekarang saya berada di posisi di mana saya harus memikirkan semester ini saya sudah harus menyelesaikan sampai bab mana, waktu untuk ambil data, waktu untuk sidang, waktu untuk lulus, dan ke mana saya nanti bekerja. Bahkan sekarang saya sudah mulai menyentuh segelintir dari dunia kerja, di mana saya berkejaran dengan deadline dan tuntutan lainnya. Ternyata saya sudah tidak berada di masa di mana mereka sekarang berada. Detik yang terus berjalan, menyeret saya pada fase lain dari kehidupan.
Kemudian saya pun berpikir, “Ah, sombong banget sih yang tingkat akhir.”
Lalu saya memikirkan bagaimana orang-orang pada fase di atas saya memikirkan tentang kehidupan saya dan orang-orang setingkat saya. Mungkin mereka berpikir, “Ah, masih skripsi. Belom tesis kan?” “Ah, masih kuliah aja. Sini coba rasain kerja. Belom pernah ngerasain lembur kan?” dan pemikiran semacam lainnya.
Saya memang tidak perlu membandingkan kehidupan saya dengan orang lain. Saya juga tidak perlu membandingkan kehidupan orang lain dengan saya.
Setiap mereka yang hidup, memiliki masanya sendiri. Dan yang perlu saya lakukan hanyalah menjalani masa milik saya sebaik mungkin. Menikmatinya, karena di waktu mendatang saya tidak akan kembali ke masa ini.
Komentar
Posting Komentar