Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Kesimpulan

Dua pasang kaki kecil berlarian Sepasang milik laki-laki bermata sipit Sepasang lagi milik perempuan bermata lebar Si laki-laki memegang pipi perempuan Si perempuan merajuk, malah memukul balik Si laki-laki yang dipukul, justru membelainya lagi Dan si perempuan kembali menjauh Si perempuan bermain dengan kursi kecil Menggoyang-goyangkannya ke depan dan belakang Si laki-laki mengikuti dengan kursi kecil lainnya Lalu dia duduk di kursi perempuan tadi Si laki-laki berdiri Dan tiba-tiba memeluk si perempuan Kali ini si perempuan tidak melawan Walau tidak dibalasnya juga pelukan itu Selesai memeluk, si laki-laki ini pamit Diajak pulang oleh mamanya Si laki-laki melambaikan tangannya Si perempuan akhirnya melambaikan tangan Saat si laki-laki melewatiku, aku bertanya, “Umur berapa?” “Dua tahun” jawab mamanya Ada hati yang luluh oleh kesabaran Ada tangan yang menyentuh lembut dengan ikhlas Ada peluk yang tulus tanpa hasrat duniawi

16 Agustus Tahun 45

“16 Agustus tahun 45… besoknya hari kemerdekaan kita..” Begitulah kurang lebih isi celotehan temanku di media sosial. Katanya lelucon itu sudah banyak tersebar di dunia maya. Lucu, jika lirik itu dikumandangkan tahun ini. Bagaimana jika lirik itu dikumandangkan pada tahun 1945? Apa yang kamu rasakan? Bisa jadi, ada pahlawan kita yang menyanyikannya di hari itu. Bisa jadi, ia bernyanyi dengan tawa getir. Bisa jadi, ia bernyanyi sambil bersimbah air mata atau darah. Bisa saja di tahun 1820, ada pejuang-pejuang kita punya keyakinan sama. Bahwa hal itu akan terjadi di tahun 1820 atau 1821, atau akhir tahun 1821 juga tidak apa-apa yang penting merdeka. Para almarhum dan almarhumah kita ini hebat. Terlalu hebat. Kalau aku harus “memakai sepatu mereka” Rasanya seperti mencari ujung di sebuah lorong gelap nan panjang. Ada ujungnya, tapi belum tahu keberadaannya. Pilihannya adalah diam saja dan mati di lorong, atau bergerak maju walau mung