Bintang Terakhir
Malam itu, kami duduk di atap rumah. Hanya berdua, ditemani sunyi malam. Langit sedang berbaik hati hingga kami dapat melihat kerlipnya gemintang di atas sana. “Sudah lama tidak memandang alam.” katanya memecah hening. Aku hanya terdiam. Aku berpikir haruskah aku mengatakan sesuatu, atau itu hanya ekspresi kekagumannya saja yang sebenarnya tak perlu ku timpali. “Ternyata, langit itu megah,” katanya lagi, “dan ribuan bintang itu membuat kemegahannya menjadi indah.” Aku masih terdiam sambil terus mengikutinya memandang langit. “Bulan purnama. Beruntung sekali kita malam ini. Luar biasa.” katanya lagi. “Ada satu bintang yang selalu menarik perhatianku.” aku akhirnya bersuara. “Bagaimana bisa? Semua bintang ‘kan sama saja.” dia menoleh ke arahku. “Tidak. Tidak semua bintang sama. Lihatlah.” kataku sambil menunjuk ke langit. Ia pun mengarahkan kembali pandangannya pada langit. “Kedip mereka berbeda. Cahayanya pun memiliki putih yang berbeda. Corak putihnya t...