Pejamkan Mata, Hembuskan Nafas

Jenuh.

Entahlah.

Bukan jenuh karena banyaknya kewajiban. Oh, bisa jadi.

Tidak. Aku menikmatinya. Aku senang.

Hanya saja.. entahlah. Tiba-tiba sehembus rasa itu menyusup hatiku, menggelitik akal, melumpuhkan raga.

Jenuh. Dengan kehidupan.

Lahir. Belajar hal-hal dasar seperti berbicara, berjalan, makan, mandi, dan sebagainya. Waktu terus berjalan. Sebagai manusia, aku mempunyai perasaan dan pikiran. Kedua hal itu berkembang seiring dengan bertambahnya usia. Lalu, aku mulai mempunyai harapan. Tidak hanya satu. Ada yang tercapai, ada yang tidak. Sampai aku punya satu harapan besar, yang berubah menjadi tujuan yang memang harus tercapai. Aku tahu harus berbuat apa. Aku lakukan. Aku doakan. Akhirnya, tujuan itu tercapai. Aku senang.

Akhirnya.

Ya, AKHIRnya.

Setelah tujuan itu tercapai, aku seperti tidak punya tujuan hidup lagi. Padahal, tujuan itu masih harus aku jalani. Aku tahu, segala sesuatu pasti mempunyai dua hal yang tidak dapat terpisah bagaikan yin dan yang. Baik dan jahat. Wangi dan busuk. Sehat dan sakit. Rupawan dan buruk rupa. Kawan dan lawan. Senyum dan masam. Tawa dan tangis. Hak dan kewajiban. Pertemuan dan perpisahan. Cinta dan benci. Aku tahu! Namun aku tidak merasakannya saat tujuan itu tercapai. Karena ketika tercapai, hanya musim semi yang ada di hati.

Musim semi yang tidak akan selamanya berlangsung.

Ya, mungkin saat ini aku sudah mulai merasakan pergantian musim. Ketika aku mulai merasakan sisi lain dari apa yang sudah aku dapatkan.

Tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tidak tahu lagi harus berharap akan apa. Tidak tahu apa yang aku perjuangkan.

Tidak tahu.

Aku harus bagaimana?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terima Kasih, Tuhan, karena Aku Orang Susah

Alunan Petik Sang Dawai

Segala Sesuatu Ada Waktunya