16 Agustus Tahun 45
“16 Agustus tahun 45… besoknya hari kemerdekaan kita..”
Begitulah
kurang lebih isi celotehan temanku di media sosial.
Katanya
lelucon itu sudah banyak tersebar di dunia maya.
Lucu, jika lirik
itu dikumandangkan tahun ini.
Bagaimana jika
lirik itu dikumandangkan pada tahun 1945?
Apa yang
kamu rasakan?
Bisa jadi,
ada pahlawan kita yang menyanyikannya di hari itu.
Bisa jadi,
ia bernyanyi dengan tawa getir.
Bisa jadi,
ia bernyanyi sambil bersimbah air mata
atau darah.
Bisa saja
di tahun 1820,
ada pejuang-pejuang
kita punya keyakinan sama.
Bahwa
hal itu akan terjadi di tahun 1820
atau 1821,
atau akhir tahun 1821 juga tidak apa-apa
yang
penting merdeka.
Para almarhum
dan almarhumah kita ini hebat.
Terlalu
hebat.
Kalau aku
harus “memakai sepatu mereka”
Rasanya
seperti mencari ujung di sebuah lorong gelap nan panjang.
Ada ujungnya,
tapi belum tahu keberadaannya.
Pilihannya adalah
diam saja dan mati di lorong,
atau bergerak
maju walau mungkin tetap mati di dalam.
Tunggu dulu!
Setidaknya dengan
bergerak maju,
kita
semakin dekat dengan ujung lorong.
Atau
setidaknya memperbesar kemungkinan untuk menemukan ujung lorong
dan tidak
mati di dalam, tapi mati di luar
atau malah tidak
mati sama sekali.
Kita saat
ini, adalah perjuangan pendahulu kita untuk menemukan ujung lorong.
Kita saat
ini, adalah mimpi para pejuang untuk tidak mati di dalam.
Kita saat
ini, adalah mereka yang berhasil hidup di luar namun dalam wujud berbeda.
Aku tidak
tahu siapa kamu yang membaca ini sekarang,
tapi kalau sekarang
kamu sedang merasa di sebuah lorong gelap,
jangan
berhenti dan jangan menyerah,
sebentar
lagi kamu akan melihat ujung lorongnya.
Jangan
berhenti sekarang, jangan menyerah sekarang,
karena bisa
jadi besoklah hari kemerdekaanmu.
Komentar
Posting Komentar