Rayakan Kehilanganmu

Tulisan ini akan lebih dimengerti oleh para korban kehilangan. Kehilangan yang begitu mendalam. Bagi yang belum pernah merasakan, bersyukurlah. Mungkin hal ini bisa membuatmu lebih lagi mengasihi orang yang belum terhilang dari hidupmu.


#np DEPAPEPE – Time


Apa rasanya kehilangan orang tersayang?

Sedih, marah, kecewa, stress, frustasi.........

Ada banyak cara dilakukan manusia dalam mengatasi kehilangan.

Ya... tak heran jika banyak yang melewatinya dengan air mata kepedihan, namun tak sedikit juga yang menjalaninya dengan tegar.

Dalam suku Batak akan ada suatu pesta bagi meninggalnya seorang tua yang sudah mempunyai cucu. Mengapa? Karena dianggap orang tersebut sudah meninggal dengan senang dan tenang. Dia sudah punya anak, punya cucu, lengkap sudah, sehingga ketika ia pergi hal tersebut dirayakan oleh anak cucunya. Ada ritual mengelilingi petinya diiringi musik. Tidak lupa juga hidangan babi yang disajikan lengkap dengan kepalanya.

Aku pun pernah mendengar cerita. Seorang ibu mempunyai anak yang masih duduk di bangku kuliah. Ketika itu, anaknya sedang menjalani ujian dan kartu ujiannya tertinggal. Saat kartu ujian didapatnya, ia kembali ke kampus dengan motor. Namun, tak sengaja ia terperosok ke dalam lubang galian pipa bawah tanah. Meninggal di tempat. Ibunya sangat kehilangan. Karena begitu kehilangannya, beliau tak mau makan, tak mau keluar kamar. Sampai sanak saudara berkunjung untuk membujuknya. Mau bagaimana lagi? Dia menangis sampai kapanpun, mengunjungi kuburan berharap anaknya akan hidup, tidak akan bisa, bukan? Yang pergi tetaplah pergi.

Ada yang melakukan pelarian pada narkoba, dunia malam. Ada juga yang justru mengabdikan dirinya pada pelayanan akan Tuhan dan sesama. Ada yang bisa menelurkan karya berupa lagu, buku, dan sebagainya. Macam-macam.

Apa yang sebenarnya ditangisi dari kehilangan orang tersayang?

Sedih, karena tidak ada lagi yang mengucapkan “Selamat pagi, sayang..”

Sedih, karena tidak ada lagi yang akan memarahimu ketika kamu bangun terlalu siang.

Sedih, karena tidak ada lagi yang mengajarimu bermain gitar, bermain sepeda, bermain bola.

Sedih, karena tidak ada lagi perkelahian di antara kalian. Perkelahian yang dulu dibenci, namun sekarang dirindukan.

Sedih, karena tempat segala cinta tercurah kini pergi ke dunia yang tak terjangkau. Ingin rasanya berdoa 1001 malam meminta kebangkitannya. Konyol memang. Tapi percayalah, ada manusia yang melakukannya.

Sedih, karena tak tahu apakah dirinya bisa hidup tanpa orang tersebut. Karena selama ini, orang itulah yang membiayai kehidupannya. Atau, karena selama ini orang itulah yang membuatnya menjadi pribadi yang tegar sehingga ia dapat melangkah dalam kehidupannya.

Sedih. Pasti itu kata dan perasaan yang muncul di kepala. Dan di hati.

Aku mengerti. Awal kehilangan memang akan diwarnai oleh kesedihan. Lamunan yang membawamu pada kenangan masa lalu yang kau lewati bersamanya.

Percayalah, itu hanya terjadi pada mulanya.

Lepaskan dia yang sudah pergi. Mau bagaimana juga dia tak akan bisa kembali. Sekali lagi aku katakan, tak akan kembali.

Kamu harus menerima bahwa dia tidak kembali. Terima bahwa kamu akan menjalani hidup ini tanpa dia. Dia hanya akan hidup dalam kenanganmu, tapi tidak bersamamu. Tidak lagi. Tuhan sudah mengizinkan kamu hidup bersamanya sampai di situ saja. Menangis sesekali tak masalah. Pasti berat memang kehilangan dia. Namun bukan berarti kamu tidak punya hidup untuk dijalani. Sadarlah!

Apakah kata-kataku di atas seperti menasehati tanpa mengerti apa yang kalian rasakan, wahai manusia kehilangan? Tidak.

Tepat hari ini, enam tahun sudah.

Aku kehilangan sosok yang membuatku boleh berada di sini, di bumi, Indonesia, Jakarta.

Papa.

Sedih? Oh jelas. Bahkan ketika aku menulis ini pun, tak kusangkal air mata itu masih tetap menggenang.

Namun, tak kuizinkan air mata itu tetap mengalir selama enam tahun ini.

Aku tidak tahu apakah mitos “orang meninggal akan mengawasi kita dari atas sana” itu benar atau tidak. Aku tidak percaya dan tidak peduli.

Namun seperti kataku tadi, ada banyak cara dilakukan manusia dalam mengatasi kehilangan.


Aku memilih untuk merayakannya...


Kehilangan papa membuatku menyadari kehadiran orang di sekitarku. Sadar bahwa suatu hari nanti mereka akan hilang dari lembaran kehidupanku. Atau bisa jadi, aku yang hilang dari lembaran mereka. Entahlah.

Maka dari itu, aku memlih untuk merayakannya.

Aku merayakannya dengan menulis sebuah cerita untuk nanti diserahkan pada Sang Penulis.

Aku merayakannya dengan terus melangkah.

Aku merayakannya dengan tertawa dalam sebuah pelajaran yang begitu berharga.

Aku merayakannya dengan ia yang terus hidup dalam kenangan.

Aku merayakan pelangi yang muncul setelah badai itu.

Aku menyayanginya. Dan aku merayakan kepergiannya.

Papa pasti mengerti.


“Kita bisa rasakan bahagia asalkan kita terus percaya. Sadari semua makhluk tercipta ‘tuk saling dapat menjalani hidup ini bersama.”

RAN feat. Tulus – Kita Bisa



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terima Kasih, Tuhan, karena Aku Orang Susah

Alunan Petik Sang Dawai

Segala Sesuatu Ada Waktunya