Dukacita yang Mendahului Kemenangan

Sedari lahir, anak ini telah diajarkan untuk berdukacita. Anak ini lahir untuk patah hati. Di hari kelahirannya, Sang Pemenang yang sesungguhnya telah bangkit. Di hari kelahirannya, Roh itu turun ke bumi sebagai Penghibur. Sebagai Penolong. Sebagai ganti dari Yang Pergi. Bagaimana ia tahu kehadiran Roh itu, jika ia tidak pernah merasa hilang? Bagaimana ia merasa dimenangkan, jika ia tak pernah menyentuh dasar terendah napas hidupnya?

Sedari lahir, anak ini telah diajar untuk ditinggalkan. Anak ini lahir di antara fana yang sering ia anggap selamanya. Karena itu ia diajarkan untuk ditinggalkan, agar yang abadi boleh menetap dalam dirinya. Karena itu ia belajar untuk meninggalkan, agar yang abadi boleh didapatkannya. Semua ucapan penghiburan sudah sangat dipahaminya, karena yang ada dalam dirinya adalah Roh Penghibur. Seharusnya demikian. Pada kenyataannya, sering ia tidak menghibur orang lain. Anak ini masih belajar. 

Sepanjang hidupnya, anak ini diajarkan untuk menangis. Menangis pada waktunya. Meski demikian, anak ini pernah gagal. Ia pernah gagal untuk menangis. Ia juga pernah gagal untuk tidak menangis. Sebab patah hati bukan perkara mudah. Duka bukan cita yang tenteram. Ia menggerus sesuatu dalam diri, hingga diri tidak memiliki tenaga untuk berduka rasa.

Patah hati terbesar dalam hidup, telah didapatkannya. Dukacita paling kosong, telah dirasakannya. Pada saat yang sama, itu merupakan hadiah terbesar dalam sejarah peringatan hidup. Cukup erat terbungkus hingga ia harus membukanya sepanjang hayat. Mungkin ia harus kembali pada satu titik, menyadari bahwa hadiah ini sejatinya telah diberikan oleh kedua orangtuanya sejak ia lahir.

Ia menikmati reka ulang yang sesungguhnya.


Aku akan menangis dan meratap. Aku akan berdukacita, tetapi dukacitaku akan berubah menjadi sukacita. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Dalam kelemahanlah, kuasa-Nya menjadi sempurna. – Alkitab, berbagai ayat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terima Kasih, Tuhan, karena Aku Orang Susah

Menyapa Kawan Lama

Segala Sesuatu Ada Waktunya