Jeruji Malam

Aku sudah tidak pernah melihat matahari. Ku lihat sinarnya, tapi tak ku lihat rupanya. Ku rasakan hangatnya, tapi tak ku tahu waktu terbitnya. Aku pergi sebelum ia terbit dan pulang setelah ia terbenam. Aku tahu dia ada, namun awan tak pernah mengizinkanku menemuinya, seakan takut cintaku direnggut kehangatannya. Udara di sekitarku tak pernah membisikkan tentang keberadaannya di langit. Aku hanya tahu ketidakhadirannya. Aku hanya tahu bahwa langit akan menjadi hitam ketika dia pergi. Bahwa hawa akan menjadi dingin ketika ia tak ada. Bahwa kabut tipis akan turun menjelang kedatangannya. Aku masih terkurung di dalam malam. Gelap, tapi tidak kelam. Hitam, tapi tidak pekat. Hanya kehadirannya yang masih kurindukan. Hanya kehangatannya yang aku butuhkan. Meski ku tahu, menemuinya adalah sebuah kematian. Jeruji malam menjadi rumah abadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyapa Kawan Lama

Terima Kasih, Tuhan, karena Aku Orang Susah

Segala Sesuatu Ada Waktunya